BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Sejak zaman purbakala
orang kuno telah mempraktekkan fitoterapi (Y phytos = tanaman) dengan jalan
coba-mencoba (empiris, trial and error). Orang Yunani dan Aztec (di Meksiko)
menggunakan masing-masing pakis pria (Filix
mas) dan minyak chenopodi untuk membasmi cacing dalam usus. Orang hindu
sudah beribu-ribu tahun lalu mengobati lepra dengan minyak chaulmogra dan di
Cina serta di pulau Mentawai ( Sumatera barat) sejak dahulu kala borok diobati
dengan jamur-jamur tertentu sebagai pelopor antibiotika. Orang Cina dan Vietnam
sejak dua ribu tahun lalu menggunakan tanamn qinghaosu (mengandung artemisinin) untuk mengobati malaria,
sedangkan suku-suku Indian di Amerika Selatan memanfaatkan kulit pohon
kina.pada abad ke-16 air raksa (merkuri) mulai digunakan sebagai
khemoterapeutikum pertama terhadap sifilis.
Kemoterapi modern mulai berkembang
pada akhir abad ke -19. Saat itu peneliti Dr. Robert Koch dan Dr Louis Pasteur
membuktikan bahwa penyakit diakibatkan oleh bakteri dan protozoa. Dr. Paul
Ehrlich adalah sarjana pertama yang melontarkan konsepsi dan istilah kemoterapi
dan indeks terapi pada penelitiannya dengan jaringan dan bakteri yang diwarnai
dengan anilin dan metilen biru, ia menemukan khasiat bakterisid dari zat-zat
warna tersebut. Pada tahun 1891 ia berhasil menyembuhkan hewan yang terinfeksi
parasit malaria dengan metilen biru. Kemudian pada tahun 1907 ditemukan obat
anti-spirokheta arsfenamin (Salvarsan) yang merupakan obat standar
sifilis pada saat itu sampai kemudian terdesak setelah ditemukannya penisilin.
Kemoterapeutika penting yang sintesa atas dasar zat-zat warna adalah obat
malaria pamaquin dan mepakrin (1930).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu zat
khemoterapeutika?
2.
Apa indikasi zat
khemoterapeutika?
3.
Bagaimana
mekanisme kerja zat khemoterapeutika?
4.
Bagaimana kontra
indikasi zat khemoterapeutika?
5.
Apa efek samping
dari penggunaan zat khemoterapeutika?
6.
Apa saja contoh
dari zat khemoterapeutika?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
definisi zat khemoterapeutika.
2.
Untuk mengetahui
penggunaan zat khemoterapeutika pada pengobatan.
3.
Sebagai materi
pembelajaran mata kuliah mikrobiologi farmasi
BAB II
ISI
A.
Definisi zat khemoterapeutika
Zat
khemoterapeutik adalah zat kimia yang digunakan untuk mengobati penyakit
menular (khemoterapi) atau mencegah penyakit (khemoprofilaksis). Khemoterapi
sebagai propilaksis (khemopropilakse)
pada indikasi yang benar dapat bermanfaat, akan tetapi dalam banyak hal justru
tak berguna atau bahkan kadang-kadang membahayakan (infeksi oleh kuman yang
resisten, gejala penyakit tertutupi, sensibilasi terhadap khemoterapeutika
bersangkutan).
B.
Mekanisme Kerja
Khemoterapeutika
dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa mekanisme, terutama dengan
penghambatan sintesa materi penting bakteri, misalnya dari:
a.
sempurna dan
tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma dengan akibat pecah. Contohnya
: kelompok penisilin,sepalosporin dan vankomisin.
b.
Membrane sel :
molekul lipoprotein dari membrane plasma (di dalam dinding sel) dikacaukan
sintesanya sehingga menjadi lebih permeable dan zat-zat penting dari isi sel
dapat merembas keluar. Contohnya antibiotika polyen (nistatin,ampoterisin) dan
imidazol (mikonazol,ketokenazol).
c.
Protein sel :
sintesanya terganggu misalnya kloralkenikol, tetrasiklin, aminoglikosida dan
makrolida.
d.
Asam-asam inti
(DNA,RNA) : rifampisin ( RNA), asam nalidiksat dan kuinolo, IDU dan asiklovir
(DNA). Juga termasuk senyawa-senyawa imidazol.
e.
Antagonism
saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting untuk metabolisme kuman sehingga
pertukaran zatnya terhenti, antara lain sulfonamide, trimetoprim, PAS dan INH.
C.
Penggunaan
Dosis
selalu dipilih sedemikian tinggi agar kadar obat ditempat infeksi melampaui
MIC-nya untuk kuman (minimum inhibitory concentration) guna mencapai kadar puncak dalam darah dan
jaringan sering kali perlu diawali dengan dosis ganda (loading dose), misalnya
pada sulfonamida, doksisiklin dan klorokuin. Atau juga dimulai dengan pemberian
parenteral pada infeksi parah dan selanjutnya diteruskan secara oral,misalnya
penisilin G, tertrasiklin atau kinin.
Frekuensi
pentakaran tergantung dari plasma half-life obat (t1/2) yang seperti telah
diuraikan merupakan ukuran untuk kecepatan eliminasinya. Obat dengan masa-paruh
pendek perlu diberikan seringkali sampai 5x sehari, sedangkan obat dengan
masa-paruh panjang cukup diberikan 1x sehari, bahkan 1x seminggu.
Lamanya
terapi dengan khemoterapeutika harus cukup panjang agar menjamin semua
mikroorganisme telah mati dan menghindarkan kambuhnya penyakit. Lajimnya terapi
diteruskan sampai 2-3 hari setelah gejala hilang. Pengobatan beberapa penykit
tertentu perlu dilanjutkan lebih lama,misalnya pada tifus, malaria, TBC, dan
endocarditis, bahkan pada lepra kerap kali seumur hidup.
D.
Efek Samping
Penggunaan
khemoterapeutika yang sembarangan atau tidak tepat (skema) pentakarannya dapat
menggagalkan terapi. Di samping itu juga dapat menimbulkan risiko seperti
sensitasi, resistensi, dan suprainfeksi.
Setelah
digunakan secra topikal banyak obat dapat menimbulkan kepekaan berlebihan atau
sensitasi dan pemakai menjadi hipersensitif. Bila kemudian obat yang sama
digunakan secara sistemis (oral atau parenteral), maka ada kemungkinan
terjadinya suatu reaksi alergi. Gejalanya berupa gatal-gatal, kemerah-merahan
dan bentol-bentol, tetapi kadang-kadang juga lebih hebat seperti demam,
kelainan darah, bahkan shock anafilaktis
fatal. Karena itu untuk menghindari sensitasi, sebaiknya jangan menggunakan
obat-obat demikian dalam sediaan topikal (salep, krim atau lotion). Antibiotika
yang terkenal dapat menimbulkan sensitasi antara lain penisilin, kloramfenikol
dan sulfanomida. Sebaliknya framisetin, fusidat dan juga tetra-siklin yang
jarang sekali menimbulkan sensitasi banyak digunakan topikal. Neomisin dan
basitrasin semakin banyak dilaporkan menimbulkan alergi kontak.
Bila
antibiotikum digunakan dengan dosis terlampau rendah atau masa terapi kurang
lama, cara ini dapat mempercepat terbentuknya suku-suku resisten. Oleh
karenanya selalu perlu digunakan dosis cukup tinggi ub=ntuk waktu yang cukup
lama. Cara lain untuk mencegah resistensi adalah menggunakan kombinasi dari dua
atau tiga obat, khususnya pada tbc, lepra, AIDS dan sebgainya.
Supra-infeksi
merupakan infeksi sekunder dengan parasit berlainan yang timbul “di atas”
infeksi primer (L. supra = atas). Infeksi terutama terjadi pada penggunaan
antibiotika broad-spectrum yang sering kali menggangu keseimbangan
antar-bakteri di dalam usus, saluran napas dan saluran urogenital. Suku
mikroorganisme yang lebih kuat dan resisten hilang saingannya, menjadi dominan
dan menimbulkan infeksi baru. Yang sangat ditakuti adalah supra-infeksi dengan
suku Stafilokok resisten, Proteus dan Pseudomonas, begitu pula dengan Candida
dan fungi lain. obat-obatan yang dapat menimbulkan suprainfeksi adalah
ampisilin, kloramfenikol dan tetrasiklin. Begitu pun obat-obatan yang menekan
system-tangkis tubuh (kortikosterioda
dan sitostatika) dapat
mengakibatkannya.
E.
Contoh-contoh Zat Khemoterapeutika
1.
Sulfonamida
Sulfonamida
merupakan kelompok zat antibakteri dengan rumus dasar yang sama yaitu H2N-C6H4-SO2NHR
dan R adalah pelbagai macam substituen (aril atau alkil). Pada prinsipnya
senyawa ini dapat digunakan terhadap berbagai infeksi. Namun setelah
ditemukannya antibiotika dan zat-zat lain yang lebih efektif (tapi kurang
toksis) maka sejak tahun 1980-an indikasi dan penggunaannya semakin berkurang,
juga karena banyak kuman telah menjadi resisten terhadap sulfonamida. Meskipun
demikian dari sudut sejarah senyawa ini penting karena merupakan kelompok obat
pertama yang digunakan secara efektif terhadap infeksi bakteri sistemis.
Sulfonamida
bekerja terhadap sejumlah Gram positif dan beberapa mikroba Gram negative
(misalnya sterptokokus, stafilokokus,
pneumokokus, meningokokus, coli, Proteus mirabilis dan lain-lain). Mikroba
yang resistenadalah enterokokus, spirokhaeta, mikroplasma, riketsia,
mikrobakteri dan jamur serta umumnya Salmonella
dan Shigella.
Aktivitas
dan mekanisme kerja
Sulfonamida
memiliki kerja bakteriostatik yang luas terhadap banyak bakteri Gram positif
dan Gram negatif; terhadap Pseudomonas,
Proteus dan Streptococcus tidak
aktif.
Sulfonamida
bekerja sebagai antimetabolit, yang
mengusir secara kompetitif asam
p-aminobenzoat yang dibutuhkan bakteri untuk pembentukan asam folat.
Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa sulfonamida:
o Sebagai ‘pendorong’ (bolus) harus diberikan dalam
dosis tinggi : untuk dapat mengusir p-aminobenzoat secara kompetitif, harus
dicapai kadar sulfonamide yang tinggi dalam darah.
o Bekerja hanya bakteriostatik
dan bukan bakterisid : Walau pun
bakteri membutuhkan asam p-aminobenzoat untuk pertumbuhan, kekurangan asam
p-aminobenzoat ini tidak akan mematikan mikroba.
o Untuk hewan dan manusia umumnya tak toksik : karena sel ini tidak dapat mensintesis asam folat
sendiri, tetapi bergantung pada pasokan asam folat bersama makanan -sebagai vitamin-
, karena itu bagi sel manusia dan hewan sulfonamida tidak merupakan
antimetabolit.
Kinetik.
resorpsinya dari lambung dan usus
baik (kecuali sulfa-usus), PP-nya berkisar antara rata-rata 40% (sulfadiazin), 70% (sulfametazin dan sulfamerazin) dan 85%-97% untuk derivate
long-acting sulfametoksipiridazin dan
sulfadimetoksin. Kecuali obat-obat
dengan pengikat protein (PP) tinggi, difusinya ke dalam jaringan agak baik. Di
dalam hati sebagian diinaktifkan lewat perombakan menjadi senyawa-asetilnya
yang bersamaan dengan bentuk utuhnya diekskresi melalui ginjal. Kadar sulfa
aktif dalam urin adalah 10 kali lebih tinggi daripada kadarnya dalam plasma,
maka layak sekali digunakan sebagai desinkfektans
saluran kemih.
Indikasi
dan kriteria penggunaan
Akibat
meningkatnya galur bakteri yang resisten dan pengembangan antibiotika yang
manjur, penggunaan sulfonamida sudah jauh berkurang. Sulfonamida masih
digunakan antara lain pada infeksi saluran urin, ulkus molle dan bersama
diamino-benzilpirimidin pada berbagai penyakit bakteri.
Sulfonamida
tidak tepat untuk virus (misalnya flu, pilek, campak), pada kenyataannya
sulfonamide masih sering digunakan. Karena itu pada tiap pengobatan dengan
sulfonamida harus diperhatikan apakah indikasinya tepat. Penggunaan lokal harus
dihindari karena bahaya sensibilisasi terutama penanganan beberapa infeksi
mata, misalnya trakhom.
Efek
samping
Yang
terpenting adalah kerusakan parah pada sel-sel darah yang berupa antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada
penderita defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase.
Oleh karena itu bila sulfa digunakan lebih dari 2 minggu perlu dilakukan
pemantauan darah. Efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain
urticaria, fotosensitasi dan sindrom
Stevens-Johnson, sejenis eritrema multiform dengan risiko kematian tinggi
terutama pada anak-anak. Selama terapi sebaiknya pasien jangan terlalu banyak
terkena sinar matahari. Gangguan saluran cerna (mual, diare, dsb) adakala juga
terjadi. Bahaya kristaluria di dalam
tubuli ginjal sering terjadi pada sulfa yang sukar larut dalam air seni asam, misal
sulfadiazine dan turunannya. Risiko kristalisasi ini sangat diperkecil dengan
menggunakan trisulfa, pemberian zat alkali (Natrium
bikarbonat) untuk melarutkan senyawa-asetil tersebut atau minum banyak air.
Kontra
indikasi
Sulfonamida tidak
digunakan pada:
o Penyakit ginjal dengan kecenderungan pembentukan
udem dan insufiensi ekskresi,
o Pada infusiensi jantung,
o Pada porfiria akut,
o Defisiensi bawaan dari glukosa-6-fosfat
dehidrogenase,
o Kerusakan parenkim hati yang parah,
o Adanya hipersensitivitas terhadap sulfonamide yang
diketahui atau timbul selama pengobatan,
o Perubahan komponen darah.
Pada
kehamilan 3 bulan pertama indikasi harus diperhatikan dengan jelas. Selanjutnya
sulfonamide tidak digunakan 4 minggu menjelang kelahiran bayi, dengan demikian
dalam jangka waktu itu sulfonamide akan diekskresi dari tubuh bayi melalui
tubuh ibunya,. Sulfonamide dihindarkan penggunaannya pada bayi yang baru lahir,
karena fungsi hati dan ginjal yang belum sempurna, sehingga metabolism dan
ekskresi tidak dilaksanakan dengan semestinya. Di samping itu dapat menimbulkan
kernikterus yang berbahaya, karena sulfonamide akan mengusir bilirubin dengan
ikatannya dengan albumin.
Dosis
Guna
mencapai kadar darah yang cukup tinggi pengobatan harus dimulai dengan loading dose, yaitu dosis ganda dari 1-2 g untuk kemudian
disusul dengan 0,5-1 g setiap 6 jam. Derivat-derivat long-acting dapat ditakarkan 1x sehari
2.
INH, Isoniazida (isonikotinhidrazida)
Isoniazida merupakan
derivat asam isonikotinat yang berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. tuberculosis (dalam fase istirahat)
dan bersifat bakterisid terhadap
basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun di
luar sel (ekstraseluler). Obat ini
praktis tidak aktif terhadap bakteri lain.
Mekanisme
kerja
Mekanisme
kerja yang diterima adalah isoniazida sebagai molekul yang tidak terionisasi
dapat melewati membrane sitoplasma mikobakteri tanpa halangan, di dalam sel
akan berubah menjadi asam isonikotinat dan menggantikan tempat asam nikotinat
untuk masuk dibangun dalam NAD. Dengan cara ini proses metabolisme dalam
bakteri tbc akan diblok.
Indikasi
Indikasi INH
adalah untuk bentuk tbc paru-paru dan ekstrapulmonal, dan dipakai juga untuk
khemoprofilaksis anak-anak yang mungkin kena infeksi tbc. Seringkali pada
bakteri yang secara in vitro sudah
resisten ternyata masih dapat dicapai hasil klinik yang baik.
Efek samping
Pada normal (200-300 mg sehari)
jarang dan ringan (gatal-gatal, ikterus), tetapi lebih sering terjadi bila
dosis melebihi 400 mg. Yang terpenting adalah polineuritis, yakni radang saraf dengan gejala kejang dan gangguan
penglihatan. Penyebabnya adalah persaingan dengan piridoksin yang rumus kimianya mirip INH. Perasaan tidak sehat,
letih dan lemah, serta anoreksia
adalah lazim pula. Guna menghindari reaksi toksis ini biasanya diberikan piridoksin (vitamin B6) 10 mg sehari bersama vitamin B1 (aneurin) 100
mg.
Kadang-kadang terjadi kerusakan hati dengan hepatitis dan
ikterus yang fatal, khususnya pada orang-orang pengasetilir-lambat (slow-acetylators)
terutama bila dikombinasi dengan rifampisin. Kecepatan proses asetilasi yang mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan
masa-paruhnya, tergantung dari banyaknya asetiltransferase
yang pada masing-masing orang berbeda secara genetis. Antasida yang mengandung
aluminium dapat mengganggu absorpsi INH.
Dosis
Dosis
isoniazida untuk dewasa dan anak-anak dalam bentuk oral/i.m. adalh 1 dd 4-8
mg/kg/hari atau 1 dd 300-400 mg, atau sebagai single-dose bersama rimfapisin, pagi hari a.c. atau sesudah makan
bila terjadi gangguan lambung. Dosis untuk profilaksis adalah 5-10mg/kg/hari.
3.
Kina (kinin)
Kinin
adalah alkaloida utama dari pohon kina (Cinchona
rubra) yang berasal dari Amerika Selatan dan dimasukkan ke Indonesia di
jaman colonial. Dan lebih kurang 20 alkaloida lainnya hanya isomer optisnya,
yaitu kinidin, digunakan dalam
terapi sebagai obat pereda jantung. Sintesa kinin secara kimiawi sudah
diketahui, namun dalam praktek tidak dilaksanakan karena jauh lebih mahal.
Mekanisme
kerja
Kinin memiliki banyak kegiatan yaitu:
a.
Anti-Plasmodium. Kinin
bekerja sebagai schizontisid darah
kuat dan mematikan trofozoit dalam eritrosit. Zat ini juga aktif terhadap gametosit vivax dan malariae, tidak terhadap bentuk-EE sekunder. Oleh karena itu kinin
digunakan sebagai kurativum dn suprevisum, terutama pada malaria tropika yang
resisten untuk klorokuin (dan meflokuin). Kombinasinya dengan primakuin efektif
untuk menyembuhkan secara radikal malaria tersiana dan kwartana yang sering
kali kambuh. Pada serangan malaria tropika yang mengancam jiwa diberikan
injeksi i.v.
b.
Kerja antipiretis
dan analgetis lemah, khususnya pada
nyeri otot dan persendian. Karena itu dahulu kinin merupakan komponen dari
banyak obat paten influenza. Kini sudah dianggap obsolete karena toksisitasnya.
c.
Kerja oksitosis,
yakni kerja kontraksi atas rahim yang mengandung; terkenal sebagai obat
pengguguran (abortivum). Tetapi
efeknya sangat tidak dapat dipercaya, bahkan pada dosis tinggi bersifat letal.
d.
Spasmolitis,
yakni efektif untuk meredakan kejang-kejang malam di betis kaki (restless legs)
Efek
samping
Efek
sampingnya pada dosis biasa adalah cinchonisme
dan berupa nyeri kepala, pusing, gangguan pendengaran seperti berdesing (tinnitus), tremor, mual dan menggigil.
Pada dosis tinggi atau penggunaan lama dapat terjadi ketulian dan gangguan
penglihatan, bahkan kebutaan. Jarang terjadi anemia hemolitis dan hepatitis.
Dosis
Sebagai
kurativum terhadap malaria yang resisten untuk klorokuin oral 3 dd 650 mg garam
bisulfate selama 5 hari (orang “luar” selama 7 hari). Disusul oleh primakuin 1 x seminggu 45 mg selama 6-8
minggu. Pada malaria tropika akut
oral 3 dd 650 mg selama 7 hari, bila terdapat resistensi bersama doksisiklin. Pada malaria tropika parah dimulai dengan injeksi i.v. dari 20 mg/kg
berat badan garam kininklorida. Pada restless
legs 100-200 mg sebelum tidur.
4.
Asam Nalidiksat
Asam nalidiksat
merupakan suatu asam karboksilat naftridin, bekerja baik terhadap bakteri Gram
negatif. Asam Nalidiksat berupa bubuk putih atau kuning muda. Kelarutan dalam
air rendah sekali, tetapi mudah larut dalam hidroksida alkali dan karbonat.
Mikroorganisme yang resisten terhadap asam nalidiksat adalah enterokokus,
sterptokokus dan stafilokokus, jenis Pseudomonas, mikobakteria dan jamur.
Terhadap jenis yang sensibel seringkali peningkatan resistensi sudah terlihat
dalam waktu beberapa hari saja. Setelah penggunaan oral sekitar 80-90%
diabsorpsi dengan cepat. Waktu paruhnya 90-120 menit. Ekskresi terjadi hampir
seluruhnya melalui ginjal, umumnya dalam bentuk glukuronidanya.
Indikasi
Asam nalidiksat
digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih bawah tanpa penyulit (misalnya
sistitis akut). Obat ini tidak efektif untuk infeksi saluran kemih bagian atas,
misalnya pielonefritis, lebih baik dipakai pada infeksi akut daripada infeksi
kronis.
Mekanisme
kerja
Asam
nalidiksat merupakan suatu inhibitor girase (zat yang menghambat girase).
Girase merupakan enzim bakteri, yang setelah pembelahan bakteri, bekerja pada
pembentukan lipatan DNA bakteri (pembentukan spiral, super coiling). Asam nalidiksat ini menghambat sintesa bakteri
hingga bakteri tidak bisa masuk ke dalam fase istirahat sehingga bakteri
tersebut mati (bekerja secara bakterisid).
Efek samping
Efek
samping dari penggunaan asam nalidiksat yang diamati adalah gangguan
gastrointestinal (nausea, nyeri pada lambung, diare) dan gangguan sistem saraf
pusat (sakit kepala, pusing, gangguan tidur, keadaan terstimulasi, depresi) dan
reaksi alergi.
Dosis
Dosis
asam nalidiksat untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg/hari.
5.
Nitrofurantoin
Nitrofutrantoin
adalah antiseptic saluran kemih derivat furan obat ini efektif untuk kebanyakan
kuman penyebab infeksi saluran kemih seperti E. coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter, Enterococcus,
Streptococcus, Clostridia dan B.
subtilis. Untuk Proteus mirabilis
dan Pseudomonas obat ini kurang
efektif. Resistensi dapat berkembang melalui pemindahan plasmid.
Indikasi
Nitrofuran
diserap dengan cepat dan lengkap melalui saluran cerna. Pemberian obat bersama
makanan bukan hanya mengurangi kemungkinan terjadinya iritasi lambung tapi juga
mempertinggi bioavailibitasnya. Nitrofurantoin tidak boleh diberikan pada
penderita gagal ginjal. Nitrofurantoin menyebabkan urin berwarna agak coklat.
Mekanisme
Kerja
Nitrofurantoin
bekerja dengan cara menghambat metabolisme karbohidrat melalui system enzim dan
dengan cara menghambat inisiasi translasi DNA pada bakteri.
Efek
Samping
Efek
samping yang terjadi yaitu sakit kepala, pusing, rangsangan muntah dan
kadang-kadang fibrosis paru-paru interstitial juga neuropati perifer terutama
pada gangguan ekskresi melalui ginjal. Dibandingkan dengan nitrofurazon, reaksi
alergi jarang terjadi. Nitrofurantoin tidak diberikan kepada penderiata
gangguan fungsi ginjal yang parah, neuritis dan polyneuritis. Untuk bayi sampai
usia 3 bulan, nitrofurantoin tidak dapat digunakan karena kemungkinan adanya
bahaya anemia hemolitik. Efek samping lain yang mungkin timbul adalah kelainan
neurologic seperti sakit kepala, vertigo, kantuk, nistagmus dan nyeri otot.
Kelainan-kelainan lain bersifat sementara.
Dosis
Dosis
nitrofurantoin untuk orang dewasa adalah 3-4 kali 50-100mg/hari. Untuk anak
diberikan dosis 5-7 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam beberapa dosis.
6.
Asiklovir:
acycloguanosine, Zavirax
Derivat-guanosin (asikloguanosin) ini
(1981)berhasiat spesifik terhadap virus herpes tanpa mengganggu fisiologi
sel-sel tuan rumah. Mekanisme kerjanya khas,yakni obat baru menjadi aktif
setelah di fosforilasi oleh enzim tymidinkinase,yang
khusus terdapat dalam zat-zat yang terinfeksi virus. Acyclovirtrifosfat yang
terbentuk digunakan oleh virus untuk membangun DNA-nya. Dengan
demikian,pembentukan DNA virus dikacaukan dan terhenti sama sekali, sedangkan
pembentukan DNA dari sel-sel tuan rumah tidak terganggu. Terutama digunakan
pada semua infeksi dengan herpes simplex dan Herpes zoster, terapi tidak
memusnakannya. Kombinasi dengan zidovudin
dapat bekerja sinergitis. Resorpsinya
dari usus buruk dengan BA hanya 12-20%, maka pentangkaran oral perlu tinggi
sekali. PP-nya rata-rata 21% plasma-t1/2-nya lebih kurang 3 jam. eksresinya
untuk lebih kurang 75% secara utuh dengan kemih. Bersifat cukup lipofil untuk
dapat melintasi CCS, maka juga di gunakan pada infeksi otak (encephalitisherpetica) sebagai infuse.
Mekanisme Kerja
Asiklovir
merupakan analog 2`-deoksiguanosin. Asiklovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme
menjadi asiklovirtrifostat.
Langkah
yang penting dari proses ini adalah pembentukan asiklovir monofosfat
dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus
herpes atau varicella zoster atau
oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomegalovirus. Kemudian enzim
seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk asiklovir difosfat dan
asiklovir trifosfat. Asiklovir trifosfat menghambat sintesis DNA virus dengan
cara virus dengan cara berkompetisi dengan 2`-deoksiguanosin trifosfat sebagai
substrat DNA polimerase virus. Jika asiklovir (dan bukan 2`-deoksiguanosin)
yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, sintesis berhenti. Inkorporasi
asiklovir monofosfat ke DNA virus bersifat irreversibel karena enzim
eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus
menjadi inaktif.
Indikasi
Infeksi
HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis herpetic,
herpetic ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal dan herpes labialis)
dan VZV (varicella dan herpes zoster). Karena kepekaan asiklovir terhadap VZV
kurang dibandingkan dengan HSV, dosis yang diperlukan untuk terapi kasus
varicella dan zoster jauh lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV.
Efek
Samping
Berupa gangguan
lambung-usus, ruam kulit dan pusing-pusing. Adakalanya anoreksia, sukar tidur
dan nyeri sendi. Penggunaan lokal sebagai
salep dapat menimbulkan nyeri untuk semnetara, rasa terbakar, gatal-gatal dan
erythema, di mata: radang pinggir
kelopak mata dan radang selaput mata.
Dosis
Infeksi HSV: oral 5dd 200mg setiap 4 jam selama minimal 5jam sehari. Profilaksis Herpes genitalis :4 dd 200mg, H.zoster: 5 dd 800mg setiap 4 jam selama
7 hari. Infuse i.v. 3 dd 5 mg/kg (perlahan) selama 5 hari. Salep kulit 5% dan
salep mata 3% 5 dd setiap 4 jam selama 5 hari.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Zat
khemoterapeutik adalah zat kimia yang digunakan untuk mengobati penyakit
menular (khemoterapi) atau mencegah penyakit (khemoprofilaksis). Khemoterapi
sebagai propilaksis (khemopropilakse)
pada indikasi yang benar dapat bermanfaat, akan tetapi dalam banyak hal justru
tak berguna atau bahkan kadang-kadang membahayakan (infeksi oleh kuman yang
resisten, gejala penyakit tertutupi, sensibilasi terhadap khemoterapeutika
bersangkutan).Zat khemoterapeutika yang pertama kali disintesis adalah
salvarsan (606) oleh Paul Ehrlich pada tahun 1910. Contoh dari zat
khemoterapeutika adalah solfanamida, isoniazida, nitrufurantoin, asam
nalidiksat, kina (kinin) dan asiklovir.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagian farmakologi fakultas
Kedokteran-Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi
dan Terapi Edisi IV. Gaya baru : Jakarta
Bagian farmakologi fakultas
Kedokteran-Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi
dan Terapi Edisi V. Gaya baru : Jakarta
Mutschler, Ernest.1991. Dinamika Obat “Farmakologi dan Toksikologi”
Edisi Kelima. ITB Press: Bandung
Drs. Tan Hoan Tjay & Drs. Kirana Rahardja.2007.Obat-obat Penting.Elex
Mohegan Sun - Mapyro
BalasHapusMohegan Sun features more than 2600 slot machines, 당진 출장안마 60 인천광역 출장안마 table games, an indoor 전라북도 출장샵 pool and a bowling alley. Each 부산광역 출장마사지 room features a separate wet 포천 출장샵 bar and